Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda menegaskan kebijakan suku bunga tetap di 0,5% sambil memantau inflasi dan dampak global. Yen melemah ke 153,40 per dolar AS di tengah sikap hati-hati BoJ terhadap arah kebijakan moneter berikutnya.
Kebijakan BoJ Tetap Longgar di Tengah Pemulihan yang Lambat
Bank of Japan (BoJ) kembali menegaskan sikap hati-hati terhadap perubahan kebijakan moneter. Dalam konferensi pers yang digelar Kamis (30/10), Gubernur BoJ Kazuo Ueda menjelaskan alasan di balik keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 0,5%, menandakan bahwa bank sentral Jepang masih menunggu konfirmasi lebih lanjut atas stabilitas ekonomi dan tren inflasi domestik.
Keputusan tersebut diambil di tengah pelemahan yen Jepang yang cukup signifikan. Pada saat konferensi berlangsung, USD/JPY naik 0,47% ke 153,40, menunjukkan tekanan kuat terhadap mata uang Jepang akibat selisih suku bunga yang masih lebar dengan Amerika Serikat.
Dalam penjelasannya, Ueda menegaskan bahwa ekonomi Jepang masih menunjukkan pemulihan moderat, meskipun terdapat beberapa sektor yang masih melemah, terutama di bidang ekspor dan industri manufaktur. Ia menilai momentum pertumbuhan masih rapuh dan belum cukup kuat untuk mendukung pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut.
“Kami melihat perekonomian Jepang terus pulih, namun masih terdapat ketidakpastian dari sisi eksternal maupun konsumsi domestik,” ujar Ueda. “BoJ akan terus menjaga kebijakan akomodatif untuk memastikan pemulihan yang berkelanjutan.”
Langkah mempertahankan suku bunga rendah ini konsisten dengan strategi BoJ selama beberapa tahun terakhir untuk menstimulasi inflasi menuju target 2%, setelah Jepang mengalami periode panjang deflasi dan pertumbuhan yang lambat.
Waspadai Dampak Perdagangan dan Pergerakan Global
Ueda juga menyoroti perlunya mewaspadai dampak kebijakan perdagangan internasional, terutama kebijakan tarif dan langkah proteksionis yang dapat memengaruhi pasar keuangan global serta nilai tukar yen. Ia menegaskan BoJ tidak hanya fokus pada kondisi domestik, tetapi juga mempertimbangkan pengaruh eksternal terhadap harga dan stabilitas pasar Jepang.
“Kami memperhatikan dengan seksama bagaimana kebijakan perdagangan global memengaruhi pasar valuta asing, ekonomi domestik, dan tekanan harga di Jepang,” tambahnya.
BoJ berkomitmen untuk terus memantau efek kenaikan tarif AS terhadap ekspor Jepang dan kinerja sektor industri. Menurut Ueda, pihaknya membutuhkan waktu lebih lama untuk menilai dampak penuh dari kebijakan tersebut terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi Jepang.
Belum Ada Rencana Waktu Kenaikan Suku Bunga Selanjutnya
Dalam sesi tanya jawab, Ueda menegaskan bahwa BoJ belum memiliki rencana konkret terkait waktu kenaikan suku bunga berikutnya. Ia menilai bahwa kenaikan hanya akan dilakukan jika data ekonomi dan harga bergerak sesuai proyeksi BoJ sebelumnya.
“Tidak ada kebutuhan mendesak untuk menyesuaikan kebijakan saat ini,” jelas Ueda. “Kami ingin memastikan bahwa tren inflasi dan pertumbuhan benar-benar berkelanjutan sebelum mengambil langkah baru.”
Sikap ini menunjukkan BoJ tetap menjadi salah satu bank sentral besar yang paling dovish di dunia, kontras dengan tren pelonggaran suku bunga yang kini dilakukan oleh The Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa.
Perbedaan Pandangan di Internal BoJ
Menariknya, dalam laporan triwulanan BoJ, dua anggota dewan — Takata dan Tamura — menyatakan ketidaksetujuan terhadap beberapa proyeksi ekonomi yang disampaikan. Meski demikian, mayoritas anggota tetap mendukung pandangan Gubernur Ueda bahwa inflasi sedang menuju jalur moderat dan belum memerlukan respons kebijakan yang agresif.
Menurut Ueda, proyeksi ekonomi yang dibuat pada bulan Juli “sebagian besar telah terwujud dalam tiga bulan terakhir,” namun ia tetap ingin menunggu data tambahan sebelum membuat keputusan besar berikutnya.
“BoJ tidak ingin tertinggal dari kurva, tetapi kami juga tidak ingin tergesa-gesa menaikkan suku bunga tanpa landasan yang kuat,” ujarnya.
Inflasi dan Konsumsi Jadi Fokus Utama
Dalam konteks domestik, BoJ memperkirakan bahwa tingkat inflasi harga pangan akan mulai melandai, seiring dengan stabilisasi harga impor dan moderasi permintaan konsumen. Ueda juga mencatat adanya perbaikan dalam pola pikir konsumen Jepang, yang tercermin dari meningkatnya kepercayaan belanja rumah tangga.
“Secara keseluruhan, konsumsi tetap kuat, dan kami melihat potensi kenaikan upah yang lebih besar pada siklus negosiasi upah (Shunto) berikutnya,” tambahnya.
Kenaikan upah dianggap sebagai faktor kunci untuk mendorong inflasi yang sehat dan mendukung pertumbuhan konsumsi domestik dalam jangka menengah. BoJ berharap momentum ini bisa menjadi fondasi bagi kebijakan moneter yang lebih normal di masa depan.
Pasar Forex Responsif, Yen Masih Tertekan
Meskipun BoJ berusaha menenangkan pasar, reaksi yen tetap negatif. Analis menilai bahwa keputusan mempertahankan suku bunga rendah di tengah tren penurunan suku bunga global membuat investor mencari aset dengan imbal hasil lebih tinggi, sehingga menekan yen lebih dalam.
Beberapa pelaku pasar memprediksi bahwa USD/JPY berpotensi menembus level 154,00 dalam waktu dekat jika tidak ada intervensi nyata dari otoritas Jepang. Namun, pemerintah kemungkinan akan menghindari langkah ekstrem kecuali volatilitas meningkat tajam.
Prospek ke Depan: BoJ di Persimpangan Jalan
Ke depan, BoJ diperkirakan akan menjaga sikap hati-hati dan menunggu konfirmasi lebih lanjut dari data inflasi dan pertumbuhan upah. Jika tren kenaikan harga dan konsumsi tetap stabil, peluang kenaikan suku bunga pada paruh pertama 2026 bisa meningkat.
Namun, dengan tekanan eksternal dari perlambatan ekonomi Tiongkok dan ketidakpastian kebijakan perdagangan AS, langkah BoJ kemungkinan masih terbatas dalam waktu dekat.
Bagi pasar global, keputusan ini menegaskan bahwa Jepang tetap menjadi penopang utama likuiditas global, sementara bagi yen, tekanan jangka pendek tampaknya masih sulit dihindari.