Dolar Amerika Serikat mengalami pelemahan dalam perdagangan pada hari Senin (23/6). Hal ini dipicu oleh pernyataan pejabat Federal Reserve Michelle Bowman yang mengindikasikan bahwa momentum untuk menurunkan suku bunga acuan kemungkinan akan segera tiba, di tengah keprihatinan pasar terkait eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah.
Berdasarkan laporan Reuters pada Selasa (24/6), Indeks Dolar (DXY) mengalami penurunan 0,32% menuju level 98,45, setelah sebelumnya sempat mencapai puncak di 99,42.
Pergeseran Sikap Pejabat Fed Terhadap Kebijakan Moneter
Wakil Ketua Pengawas Federal Reserve, Michelle Bowman, mengungkapkan bahwa dirinya kini lebih fokus pada kondisi pasar ketenagakerjaan ketimbang risiko inflasi yang mungkin timbul akibat kenaikan tarif dari Amerika Serikat.
“Bowman terkenal memiliki pandangan hawk, sehingga indikasi apapun dari dirinya yang mendukung kebijakan moneter yang lebih longgar akan segera memberi tekanan pada dolar,” jelas Helen Given, Direktur Perdagangan Monex USA.
Pasar finansial saat ini memperkirakan akan terjadi dua kali penurunan suku bunga masing-masing 25 basis poin sepanjang tahun ini, dengan probabilitas pemangkasan ketiga yang juga semakin menguat.
Dukungan dari Pejabat Fed Lainnya
Gubernur Federal Reserve Christopher Waller sebelumnya juga mengisyaratkan bahwa pemotongan suku bunga berpotensi terealisasi dalam pertemuan kebijakan mendatang pada 29-30 Juli.
Sementara itu, Presiden Fed Chicago, Austan Goolsbee, menambahkan bahwa pengaruh tarif terhadap perekonomian masih tergolong terbatas hingga saat ini.
Dinamika Geopolitik Timur Tengah Pengaruhi Sentimen Pasar
Pasar juga memberikan perhatian khusus pada eskalasi ketegangan geopolitik di wilayah Timur Tengah. Iran baru-baru ini melancarkan serangan roket terhadap Pangkalan Udara Al Udeid yang berlokasi di Qatar. Meskipun Iran mengklaim serangan tersebut efektif dan menimbulkan kerusakan signifikan, pihak berwenang setempat menegaskan bahwa tidak terdapat korban jiwa ataupun luka-luka.
Sebelumnya, dolar sempat mengalami penguatan karena para pelaku pasar melakukan strategi lindung nilai di tengah kekhawatiran akan perluasan konflik antara Iran dan Israel. Namun, minimnya indikasi dukungan militer dari negara-negara sekutu turut membantu meredakan ketegangan di pasar.