Dolar AS Menguat di Tengah Reda Perang Dagang

Nilai Dolar AS menguat setelah Presiden Donald Trump menurunkan tensi dagang dengan China. Pertemuan antara Trump dan Xi Jinping di…
1 Min Read 0 8

Nilai Dolar AS menguat setelah Presiden Donald Trump menurunkan tensi dagang dengan China. Pertemuan antara Trump dan Xi Jinping di Korea Selatan menjadi harapan baru bagi pasar global.

Trump Siap Bertemu Xi Jinping untuk Kesepakatan Baru

Jakarta — Nilai tukar Dolar Amerika Serikat (USD) menguat pada perdagangan Senin (13/10) waktu setempat. Penguatan ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump menurunkan ketegangan dalam perang dagang antara Washington dan Beijing yang sebelumnya meningkat akibat kebijakan tarif baru terhadap impor dari China.

Menurut laporan Reuters, indeks Dolar (DXY), yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama dunia, naik 0,2% ke level 99,25. Kenaikan ini menjadi sinyal bahwa pasar mulai merespons positif terhadap langkah-langkah komunikasi diplomatik yang lebih terbuka antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia tersebut.

Ketegangan Dagang Mulai Reda

Beberapa hari sebelumnya, Trump mengejutkan pasar global setelah mengumumkan kenaikan tarif hingga 100% terhadap sejumlah barang impor asal China. Kebijakan itu sempat memicu kekhawatiran terjadinya eskalasi baru dalam perang dagang yang telah mengguncang pasar sejak 2018.

Langkah ini juga mengingatkan pelaku pasar pada gejolak tarif besar-besaran di April 2025, yang menyebabkan lonjakan volatilitas di pasar saham dan mata uang. Namun, kali ini pasar menunjukkan reaksi berbeda.

Kepala Perdagangan dan Produk Terstruktur Moneycorp, Eugene Epstein, mengatakan situasi ini tampak seperti “pengulangan setelah Liberation Day” namun dengan sentimen yang lebih terkendali.

“Biasanya dolar menguat ketika ada tekanan di pasar keuangan, tetapi dalam konteks perang dagang seperti ini, sering kali justru investor menjual dolar karena ketidakpastian. Namun kali ini berbeda, dolar tetap kuat karena ketegangan mulai mereda,” jelas Epstein.

Dolar Tetap Jadi Safe Haven Utama

Epstein menegaskan bahwa meskipun volatilitas meningkat di pasar global, dolar masih menjadi aset safe haven utama di antara mata uang negara maju.

“Polanya masih sama: ketika ketegangan meningkat, dolar dijual. Tapi hari ini, karena ekspektasi perdamaian meningkat, investor kembali membeli dolar sebagai bentuk keyakinan terhadap stabilitas ekonomi AS,” tambahnya.

Dolar AS memang dikenal sebagai mata uang cadangan global dan sering menjadi pilihan utama investor saat pasar bergejolak. Dengan penurunan tensi dagang, minat terhadap aset berisiko mulai pulih, namun greenback tetap menunjukkan ketahanan yang solid.

Trump dan Xi Dijadwalkan Bertemu

Langkah Trump untuk meredakan tensi dagang semakin nyata setelah Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, memastikan bahwa Presiden Trump dijadwalkan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan pekan ini. Pertemuan tersebut menjadi momentum penting untuk membahas tarif, kontrol ekspor, dan hubungan dagang yang lebih seimbang antara dua negara.

Menurut Bessent, Trump berupaya menenangkan pasar dengan menyampaikan bahwa investor tidak perlu khawatir terhadap kebijakan tarif yang sempat diumumkan.

“Presiden ingin menunjukkan bahwa AS terbuka untuk dialog. Langkah ini untuk memastikan bahwa ekonomi global tidak kembali terguncang seperti pada krisis tarif sebelumnya,” ujarnya kepada Fox Business.

Pertemuan antara kedua pemimpin diharapkan dapat menghasilkan kerangka kesepakatan baru, yang mungkin akan menjadi dasar pembicaraan lebih lanjut menjelang forum internasional seperti KTT G20 atau Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC).

Reaksi Pasar dan Prospek Global

Reaksi pasar terhadap perkembangan ini terlihat positif. Indeks saham utama Wall Street ditutup menguat pada perdagangan Senin, sementara imbal hasil obligasi AS juga naik tipis. Investor tampaknya mulai mengalihkan fokus dari ketegangan perdagangan menuju prospek pertumbuhan ekonomi global yang lebih stabil.

Meski demikian, sejumlah analis memperingatkan bahwa ketidakpastian masih tinggi, terutama jika negosiasi antara Washington dan Beijing gagal menghasilkan hasil konkret. Penguatan dolar bisa berbalik arah dengan cepat apabila retorika proteksionis kembali menguat.

Ekonom dari ING Bank, Carla Jimenez, menilai bahwa pertemuan Trump dan Xi akan menjadi “penentu arah sentimen global dalam jangka pendek”.

“Jika hasil pertemuan menunjukkan adanya langkah menuju kompromi, dolar bisa terus menguat. Tapi jika muncul pernyataan yang agresif, kita bisa melihat volatilitas tajam dalam hitungan jam,” jelasnya.

Dampak terhadap Mata Uang Asia

Kabar pertemuan ini juga berdampak pada mata uang Asia, termasuk yuan China dan yen Jepang. Yuan sempat menguat terhadap dolar, mencerminkan ekspektasi pasar terhadap stabilitas hubungan dagang AS–China. Sementara yen melemah tipis karena menurunnya permintaan terhadap aset aman.

Di sisi lain, mata uang komoditas seperti dolar Australia (AUD) dan dolar Selandia Baru (NZD) juga mencatat penguatan terbatas seiring pulihnya selera risiko global. Namun, para pelaku pasar masih berhati-hati menunggu pernyataan resmi dari kedua pihak.

Penguatan dolar AS pada pertengahan Oktober ini menunjukkan bahwa pasar kembali percaya pada stabilitas ekonomi Amerika di tengah dinamika geopolitik. Dengan Trump dan Xi dijadwalkan bertemu, investor berharap langkah diplomatik ini dapat menghindari babak baru perang dagang dan mendukung pemulihan ekonomi global.

Jika dialog kedua pemimpin berjalan konstruktif, bukan tidak mungkin dolar akan terus menguat hingga akhir kuartal keempat 2025, sekaligus menjadi katalis positif bagi pasar saham dan obligasi global.

Team

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *